Pentingnya Kedudukan Khusyuk dalam Salat
Salat adalah kewajiban pertama seorang muslim setelah syahadat. Sebuah ibadah yang Allah wajibkan langsung dari atas langit kepada Nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebuah ibadah yang menjadi indikator kebaikan dan keislaman seseorang. Sayangnya, banyak di antara kaum muslimin yang masih berat untuk melakukannya tepat waktu dan berjemaah di masjid. Tidak jarang sebagian dari mereka harus dipaksa terlebih dahulu dan tidak melaksanakannya dengan hati yang lapang dan penuh penerimaan. Allah Ta’ala berfirman,
وَٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلْخَٰشِعِينَ
“Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” (QS. Al-Baqarah: 45)
Saudaraku, di dalam ayat tersebut Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk menjadikan salat dan kesabaran sebagai penolong diri kita. Allah Ta’ala juga menyebutkan bahwa kewajiban salat ini tidak akan terasa berat dan menjadi ringan bagi seseorang apabila ia khusyuk di dalam melaksanakannya.
Khusyuk menimbulkan kecintaan seorang hamba terhadap salatnya. Ia akan menyesal apabila terlewat dari melaksanakannya tepat waktu, membuatnya merasa sedih apabila tidak melakukannya secara berjemaah. Sepanjang apa pun durasinya, apabila seorang hamba benar-benar khusyuk, maka ia akan merasa ringan dan tidak akan merasakan kelelahan.
Lalu, apakah yang dimaksud dengan khusyuk tersebut? Yang dengannya seseorang hamba akan merasa ringan dan tidak berat untuk melaksanakan salatnya tersebut?
Di ayat selanjutnya, Allah Ta’ala menyebutkan siapakah dari hamba-Nya yang khusyuk di dalam salatnya. Allah Ta’ala berfirman,
ٱلَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلَٰقُوا۟ رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَٰجِعُونَ
“(Yaitu), orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 46)
Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah, pakar tafsir abad 14 Hijriah, tatkala menafsirkan ayat ini, beliau mengatakan,
“Yaitu orang-orang yang meyakini, ”yakni yang yakin serta percaya, ”bahwa mereka akan menemui Rabbnya”, lalu Dia akan membalas perbuatan-perbuatan mereka, ”dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” Inilah yang meringankan mereka dalam beribadah, yang mewajibkan bagi mereka untuk berhibur diri dalam segala musibah, berlapang dada dalam segala kesulitan, dan mencegah mereka dari berbuat keburukan. Maka, mereka itulah orang-orang yang mendapatkan kenikmatan yang abadi dalam ruangan-ruangan yang tinggi. Adapun orang yang tidak beriman kepada pertemuan dengan Rabbnya, maka salat dan ibadah-ibadah lainnya adalah suatu hal yang paling sulit bagi mereka.”
Dari sini, dapat kita tarik kesimpulan bahwa khusyuk dalam salat adalah apabila seorang hamba menjalankan kewajiban salat dan hatinya merasa bahwa dirinya sedang menghadap Allah Ta’ala, beribadah kepada-Nya dengan keyakinan penuh bahwa kelak ia pasti akan berjumpa dengan-Nya di akhirat serta yakin bahwa dirinya akan diberikan balasan atas segala perbuatan yang dilakukannya.
Kedudukan Khusyuk
Dalam hal salat, kekhusyukan adalah roh dan jiwa bagi salat tersebut. Manusia bertingkat-tingkat di dalam mendapatkan pahala salatnya, tergantung sejauh mana kekhusyukan dan kehadiran jiwanya di dalam melaksanakan salat tersebut. Dalam sebuah hadis yang sahih, disebutkan,
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرِفُ وَمَا كُتِبَ لَهُ إِلَّا عُشْرُ صَلَاتِهِ، تُسُعُهَا، ثُمُنُهَا، سُبُعُهَا، سُدُسُهَا، خُمُسُهَا، رُبُعُهَا، ثُلُثُهَا، نِصْفُهَا
“Sesungguhnya ada seseorang yang benar-benar mengerjakan salat, namun pahala salat yang tercatat baginya hanyalah sepersepuluh (dari) salatnya, sepersembilan, seperdelapan, sepertujuh, seperenam, seperlima, seperempat, sepertiga, dan seperduanya saja.” (Sunan Abu Dawud, no. 796)
Seorang mukmin hendaknya merasa takut dan khawatir akan salat yang dilakukannya, dan hendaknya ia memiliki perasaan takut bahwa Allah Ta’ala bisa saja tidak menerima amal ibadahnya, kecuali hanya sepersekian persen saja. Perasaan ini hendaknya ia hadirkan dalam salatnya, sehingga salatnya tersebut tidak hanya berisi gerakan dan ucapan tanpa makna, namun mengandung kekhusyukan dan ketundukan kepada Allah Ta’ala.
Baca juga: Kesalahan dalam Membaca Al-Fatihah yang Menyebabkan Salat Tidak Sah
Kiat agar Lebih Khusyuk dalam Salat
Dalam rangka mewujudkan kekhusyukan di dalam salat kita, ada beberapa hal yang apabila kita amalkan, maka insyaAllah akan membantu kita untuk lebih khusyuk:
Pertama: Hendaknya seorang mukmin bersiap-siap dengan baik dan benar untuk melaksanakan salat. Berwudu dengan baik dan benar dari rumahnya. Bergegas menuju masjid dan duduk berdiam diri di dalamnya untuk menunggu waktu salat. Berdoa di antara azan dan ikamah, melaksanakan salat sunah rawatib, menjalankan sunah siwak sebelum salat, merapatkan barisan, serta tenang di dalam melaksanakan semua hal tersebut.
Kedua: Di antara sebab terbesar meraih kekhusyukan di dalam salat adalah dengan meninggalkan kemaksiatan kepada Allah Ta’ala dan bertobat kepada-Nya. Ada korelasi yang jelas antara kualitas salat seorang hamba dengan bersihnya dirinya dari kemaksiatan kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ ٱللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
“Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Ankabut: 45)
Semakin jauh seorang hamba dari kemaksiatan kepada Allah Ta’ala, maka semakin khusyuk salat yang dilakukannya dan semakin sempurna salatnya tersebut.
Ketiga: Sebab mendapatkan kekhusyukan yang lainnya adalah dengan memulai salat dalam kondisi pikiran kita telah bersih dari hal-hal yang menyibukkan lagi melenakan. Jika merasa bahwa ada 1 atau 2 hal yang akan mengganggu konsentrasi kita di dalam salat, maka tuntaskanlah dan lakukanlah hal tersebut sebelum salat. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
لا صَلَاةَ بحَضْرَةِ الطَّعَامِ، ولَا هو يُدَافِعُهُ الأخْبَثَانِ
“Tidak ada salat ketika makanan sudah terhidangkan, dan menahan dua hal yang paling busuk (menahan buang air besar dan kencing).” (HR. Muslim no. 560)
Diperkuat juga dengan hadis,
إِذَا وُضِعَ عَشَاءُ أحَدِكُمْ وأُقِيمَتِ الصَّلَاةُ، فَابْدَؤُوا بالعَشَاءِ ولَا يَعْجَلْ حتَّى يَفْرُغَ منه وكانَ ابنُ عُمَرَ: يُوضَعُ له الطَّعَامُ، وتُقَامُ الصَّلَاةُ، فلا يَأْتِيهَا حتَّى يَفْرُغَ، وإنَّه لَيَسْمَعُ قِرَاءَةَ الإمَامِ.
“Jika telah dihidangkan makan malam, dan waktu salat telah datang, maka mulailah makan malam dan jangan tergesa-gesa sampai selesai.” Ibnu Umar pernah dihidangkan makan dan salat tengah didirikan, namun dia tidak mengerjakannya sampai dia menyelesaikan makannya, dan dia benar-benar mendengar bacaan Imam.” (HR. Bukhari no. 673 dan Muslim no. 559)
Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, “Hadis-hadis ini menunjukkan kemakruhan melaksanakan salat ketika makanan yang diinginkan telah tersedia, karena hal itu akan membuat hatinya terganggu, dan hilangnya kesempurnaan khusyuk, dan juga dimakruhkan melaksanakan salat ketika menahan dua hal yang paling busuk, yaitu kencing dan buang air besar. Karena hal ini mencakup makna menyibukkan hati dan hilangnya kesempurnaan khusyuk.” (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 2: 321)
Keempat: Yang terakhir adalah berdoa dan memohon kepada Allah Ta’ala untuk memberikan kita keikhlasan dan kekhusyukan dalam salat. Karena sejatinya Allah-lah satu-satunya yang Maha membolak-balikkan hati kita.
Di antara doa yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk kita amalkan adalah,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ العَجْزِ وَالكَسَلِ ، والبُخْلِ والهَرَمِ ، وَعَذَابِ القَبْرِ ، اللَّهُمَّ آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا ، وَزَكِّها أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا ، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلاَهَا ، اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لا يَنْفَعُ؛ وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ ، وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ ؛ وَمِنْ دَعْوَةٍ لاَ يُسْتَجَابُ لَهَا
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, kemalasan, kekikiran, ketuaan -kepikunan-, dan siksa kubur. Ya Allah, datangkanlah pada jiwaku ini ketakwaannya dan bersihkanlah ia. Engkaulah sebaik-baik yang dapat membersihkannya, Engkaulah Pelindungnya dan Rabbnya. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyuk, nafsu yang tidak pernah puas, dan doa yang tidak dikabulkan.” (HR. Muslim no. 2722)
Semoga Allah Ta’ala berikan kita keistikamahan untuk menjalankan perintah-perintah Allah, termasuk di dalamnya adalah menjalankan salat lima waktu. Semoga Allah berikan kita kekhusyukan di dalam salat dan bermunajat kepada-Nya serta menghindarkan diri kita dari hal-hal yang dapat merusak kekhusyukan salat kita.
Baca juga: Andai ini Salat Terakhirku
***
Penulis: Muhammad Idris, Lc.
Artikel asli: https://muslim.or.id/95610-pentingnya-kedudukan-khusyuk-dalam-salat.html